SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA INI... SEMOGA BERMANFAAT
Home » » Makalah Tentang Reformasi

Makalah Tentang Reformasi

Posted by Maz Kholiz on 17 Desember 2011

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

Pada jaman sekarang ini indonesia dikatakan masuk era reformasi. Reformasi adalah masa setelah berlalunya era orde baru. Awal reformasi adalah ketika presiden BJ Habibie menjabat sebagai presiden negara RI.

Karena kini kita berada di era reformasi, maka kita harus tahu seperti apa reformasi yang terjadi di indonesia ini agar kita tidak salah dalam melakukan suatu tindakan. Maka untuk seperti apa reformasi di Indonesia, kami akan bahas masalah reformasi tersebut secara garis besarnya saja dalam makalah ini yang merupakan tugas dari guru sejarah kami.

B.    RUMUSAN MASALAH

1.    Bagaimana proses berakhirnya orde baru?
2.    Bagaimana perkembangan politik dan ekonomi pada masa reformasi?
3.    Bagaimana perkembangan politik setelah 21 mei 1998?
4.    Bagaimana kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sejak reformasi?

C.    TUJUAN

Tujuan kami dalam penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan kepada para pembaca tentang reformasi yang terjadi di indonesia. Dan juga untuk menyelesaikan tugas yeng diberikan oleh guru sejarah kami.
!more



BAB II
PEMBAHASAN

A. BERAKHIRNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan mental ( character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa)
1. Munculnya Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

2. Krisi Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :
•    UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
•    UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
•    UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
•    UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
•    UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.

Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.

3. Krisi Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.

4. Krisi Ekonomi
Krisi moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional.

Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri.
Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.

5. Krisi Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara.

B. PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI PADA MASA REFORMASI
1. Munculnya Gerakan Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi, pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum.
Buah perjuangan dari reformasi itu tidak dapat dipetik dalam waktu yang singkat, namun membutuhkan proses dan waktu. Masalah yang sangat mendesak, adalah upaya untuk mengatasi kesulitan masyarakat banyak tentang masalah kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang terjangkau oleh rakyat.
Sementara itu, melihat situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tidak terkendali, rakyat menjadi semakin kritis menyatakan pemerintah Orde Baru tidak berhasil menciptakan kehidupan masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera. Oleh karena itu, munculnya gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaharui tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Beberapa agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa anatara lain sebagai berikut :
•    Adili Soeharto dan kroni-kroninya.
•    Amandemen UUD 1945
•    Penghapusan Dwi Fungsi ABRI
•    Otonomi daerah yang seluas-luasnya
•    Supremasi hukum
•    Pemerintahan yang berisi dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
2. Kronologi Reformasi
Pada awal bulan Maret 1998 melalui Sidang Umum MPR, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia, serta melaksanakan pelantikan Kabinet Pembangunan VII. Namun pada saat itu semakin tidak kunjung membaik. Perekonomian mengalami kemerosotan dan masalah sosial semakin menumpuk. Kondisi dan siutasi seperti ini mengundang keprihatinan rakyat.
Mamasuki bulan Mei 1998, para mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demostrasi dan aksi keprihatinan yang menuntut turunya Soeharto dari kursi kepresidenannya.
Pada tanggal 12 Mei 1998 dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti, terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat mahasiswa hingga tewas.
Pada tanggal 19 Mei 1998 puluhan ribu mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta dan sekitarnya berhasil menduduki Gedung DPR/MPR. Pada tanggal itu pula di Yogyakarta terjadi peristiwa bersejarah. Kurang lebih sejuta umat manusia berkumpul di alun-alun utara kraton Yogyakarta untuk mndengarkan maklumat dari Sri Sultan Hamengku Bowono X dan Sri Paku Alam VII. Inti isi dari maklumat itu adalah menganjurkan kepada seluruh masyarakat untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada tanggal 20 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang tokoh-tokoh bangsa Indonesia untuk dimintai pertimbangannya membentuk Dewan Reformasi yang akan diketuai oleh Presiden Soeharto, namun mengalami kegagalan.
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden Soeharti meletakkan jabatannya sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa anggota dari Mahkamah Agung. Presiden menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta pelantikannya dilakukan didepan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.

C. PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998
1. Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Habibie berusaha keras untuk melakukan perbaikan. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk meperbaiki perekonomian Indonesia antaranya :
•    Merekapitulasi perbankan
•    Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
•    Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
•    Manaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp.10.000,-
•    Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.

Presiden Habibie sebagai pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mangupayakan pelaksanaan politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Habibie juga membebaskan beberapa narapidana politik yang ditahan pada zaman pemerintahan Soeharto. Kemudian, Presiden Habibie juga mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independent.

2. Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demontrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada aturan hukum jelas.
Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.

3. Masalah Dwifungsi ABRI
Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

4. Reformasi Bidang Hukum
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh masyarakat.
Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang mengebiri hak-hak.
Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bias dikatakan tidak ada sama sekali.
Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.

5. Sidang Istimewa MPR
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar menyurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.

6. Pemilihan Umum Tahun 1999
Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemiliahan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan cukup ketat.
Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilihan umum.
Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman. Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil pemilihan umum tahun 1999 hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.

7. Sidang Umum MPR Hasil Pemilihan Umum 1999
Setelah Komisi Pemilihan Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR, maka MPR segera melaksanakan sidang. Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR. Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolak, 322 menerima, 9 abstain dan 4 suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat untuk mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia.
Akibatnya memunculkan tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan Presiden diantaranya Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Yuhsril Ihza Mahendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra mengundurkan diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam pemilihan itu, Abdurrahaman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Dari hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abudurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri. Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak sampai pada akhir masa jabatanya. Akibat munculya ketidakpercayaan parlemen pada Presiden Abdurrahman Wahid, maka kekuasaan Abdurrahman Wahid berakhir pada tahun 2001. DPR/MPR kemudian memilih dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir pada tahun 2004.
Pemilihan Umum tahun 2004 merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah pemerintahan Republik Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.

D. KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT SEJAK REFORMASI

1. Kondisi Sosial Masyarakat Sejak Reformasi
Sejak krisis moneter yang melan da pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan perusahaan swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya.
Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Para pekerja yang deberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah pengangguran diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pengangguran dalam jumlah yang sangat besar ini akan menimbulkan terjadinya masalah masalah social dalam kehidupan masyarakat. Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan tindakan criminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu hendaknya pemerintah dengan serius menangani masalah pengangguran dengan membuka lapangan kerja yang dapat menampung para penganggur tersebut. Langkah berikutnya, pemerintah hendaknya dapat menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka lapangan kerja baru untuk menampung para penganggur tersebut. Masalah pengangguran merupakan masalah social dalam kehidupan masyarakat dan sangat peka terhadap segala bentuk pengaruh.

2. Kondisi Ekonomi Masyarakat Indonesia
Sejak berlangsungnya krisis moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia mulai mengalami keterpurukan. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan rakyat makin menurun. Pengangguran juga semakin luas. Sebagai akibatnya, petumbuhan ekonomi menjadi sangat terbatas dan pendapatan perkapita cenderung memburuk sejak krisis tahun 1997.
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat lima sector kebijakan yang harus digarap, yaitu :
•    perluasan lapangan kerja secara terus menrus melalui investasi dalam dan luar negeri se efisien mungkin.
•    Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau.
•    Penyediaan failitas umum seperti rumah, air minum, listrik, bahan baker, komunikasi, angkutan dengan harga terjangkau.
•    Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkau.
•    Penyediaan klinik, dokter dan obat onbatan untuk kesehatan umum dengan harga yang terjangkau pula.
Disamping penanganan masalah pengangguran,dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah hendaknya juga memperhatikan harga harga produk pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak krisis 1997 tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan petani meningkat, maka permintaan petani terhadap barang barang non pertanian juga meningkat. Dengan ditetapkannya harga produk pertanian yang tidak merugikan petani, maka para petani yang mampu membeli produk industri non pertanian akan memberi semangat bangkitnya para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan perusahaannya.
Pihak pemerintah telah berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, pemerintah membuat skala prioritas yang artinya hal mana yang hendaknya dilakukan agar Indonesia keluar dari krisis.
Terpilihnya presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarno Putri yang naik menggantikan Gus Dur bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat dengan meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun dengan kondisi perekonomian Negara yang ditinggalkan oleh pemerintahan Soeharto, tidak mungkin dapat diatasi oleh seorang Presiden dalam waktu singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

        Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan. Gerakan reformasi, pada tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan, terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hukum.

B.    SARAN

        Saran dari penulis untuk para pembaca sekalian yaitu kita harus pandai pandai mengikuti perkembangan jaman di negara kita sendiri agar kita bisa hidup dengan makmur dan tidak ketiggalan jaman dengan negara-negara lain


0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukkan komentar anda disini, tapi saya sangat tidak menerima Komentar Spam, tunjukkan bahwa anda ber-etika...!!!